Teka-teki Lukas dalam kisah Lazarus

Photo by author
Tidak banyak perumpamaan dalam Kitab Suci, yang begitu hidup-hidup dikisahkan, sehingga kita merasakan seolah perumpamaan tsb. adalah kisah nyata.

Ke dalam perumpamaan istimewa sedemikian masuk perumpamaan seorang kaya dan Lazarus, dalam Injil (Luk 16,19-31).

Pada pandangan pertama perumpamaan tsb. seolah sederhana dan tidak menimbulkan banyak pertanyaan. Tetapi secepat kita memandangnya lebih dekat semakin banyak pertanyaan timbul.

Kita ambil saja pertanyaan kaliber ringan: Mengapa nama orang kaya itu tidak disebut Lukas, sedangkan orang miskin itu disebut namanya: Lazarus? Apakah dengan sandi sedemikian Penginjil Lukas mau menyodorkan kepada kita sebuah teka teki, yang seyogyanya kita renungkan jawabannya?

Ataukah Lukas justru ingin membocorkan pesan utama perumpamaan Yesus ini dalam nama orang miskin itu: Lazarus? sedangkan orang kaya itu tak bernama, sebab ia bisa mewakili siapa saja?

Mari lihat pertanyaan yang lebih berkaliber berat. Cukup satu untuk kesempatan ini, yakni apakah salahnya menjadi orang kaya? Bukankah kekayaan justru merupakan anugerah Allah? Tak heran bila dalam sejarah Kekristenan ada aliran tertentu yang melihat pemilikan harta kekayaan sebagai bukti, bahwa Allah memberkati orang yang memiliki banyak harta.

Pandangan sedemikian memang bukanlah pandangan baru. Sudah dalam Perjanjian Lama para leluhur kita dalam iman berpandangan sedemikian. Tetapi baru sejak lahirnya zaman yang disebut abad modern, pandangan ini menjadi dasar dari apa yang dewasa ini dikenal sebagai kapitalisme (kapital artinya modal, kapitalisme adalah aliran yang menjunjung tinggi pemupukan modal atau harta milik) dan merupakan motor utama, yang membuat negara-negara yang sekarang kita sebut makmur dan sejahtera mencapai taraf hidup sedemikian.

Jadi sekali lagi, apakah menjadi kaya itu salah?

Orang kaya, yang disebut dalam perumpamaan Yesus ini nampak-nampaknya bukan orang jahat. Tidak ada indikasi, bahwa dia merengguk kekayaannya secara tidak halal. Bahkan dia membiarkan Lazarus, yang miskin itu, mengumpukan sisa-sia makanan yang jatuh dari meja makannya untuk mengisi perutnya.

Jadi apanya yang salah menjadi orang kaya?

Kemungkinan besar Penginjil Lukas mengemas perumpamaan ini untuk menyampaikan pesan yang ia selipkan di akhir perumpamaan itu.

Kisah si orang kaya dan Lazarus diakhiri dengan permintaan orang kaya itu, supaya Abraham mengirim seseorang yang akan memperingatkan saudara-saudaranya, sehingga tidak bernasib seperti dia. Dan Abraham menolak dan bersikeras, bahwa kesaksian Musa dan para nabi sudah cukup untuk menuju keselamatan, sehingga tidak akan mengalami nasib yang sama dengan orang kaya itu.

Musa dan para Nabi itu pasangan kata yang merupakan nama lain dari Taurat, artinya perintah-perintah atau Sabda Allah. Sabda Allah sudah cukup untuk menjadi peringatan bagi manusia. Barangsiapa mendengarkannya akan menjadi selamat.

Contohnya adalah Sabda Allah melalui nabi Yeremia (Yer 17,5-10), yang menegaskan: Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan! Ini saja sebenarnya sudah cukup untuk orang kaya itu untuk diselamatkan. Tetapi justru hal inilah yang kurang padanya.

Mungkin kita teringat pada perumpaan lainnya dalam Injil tentang seorang kaya yang memutar otak untuk membangun gudang beras yang baru dan ingin bersenang-senang, melupakan Allah. Ia pun dikecam dan dicabut nyawanya oleh Tuhan, karena tidak menaruh harapan kepada Tuhan, melainkan pada harta yang fana.

Sebagai kontras, Injil menyuguhkan kepada kita figur Lazarus. Nama itu sendiri berarti "Allah menolong". Nomen est omen, kata orang latin, nama menunjukkan makna. Penginjil Lukas menyembunyikan jawaban terhadap teka-teki dalam perumpamaan ini dalam nama Lazarus.

Lazarus diselamatkan, dia yang boleh masuk ke surga, atau dalam ungkapan Kitab Suci "tinggal di pangkuan Abraham", karena dia menaruh harapannya pada Tuhan. Karena dia memasang telinganya kepada pesan Musa dan para Nabi, kepada Sabda Tuhan.

Untuk kita sebagai pendengar Sabda itu sekarang tinggallah gaung dari kalimat Injil tadi: Pada mereka ada kesaksian Musa dan para nabi. Baiklah mereka mendengarkan kesaksian itu.


Catatan: Tulisan ini mengacu pada Luk 16,19-31 dan Yer 17,5-10, yang merupakan bacaan Kitab Suci pada hari Kamis, Prapaska II.