Hamad Abdel-Samad

Hari ini karena rindu Jerman dan karena itu aku berkelana ke dunia Jerman. Die Welt memuat artikel menarik berjudul "Islam sebagai budaya akan menghilang". Artikel tsb. merupakan wawancara dengan penulis dan ilmuan Mesir Hamad Abdel-Samad, yang juga adalah ahli ilmu politik. Pada umur 23 tahun dia ke Jerman 1995 untuk studi di sana. Dia dikenal sebagai antisemit (membenci orang Yahudi) dan membenci orang Barat.

Rupanya Hamad Abdel-Samad telah mengalami transformasi dari seorang antisemit dan pembenci Barat ke seorang intelektual, tokoh pembaharu Islam. Dia ingin membaharui Islam, sehingga bisa menjadi agama yang menjawab dunia modern. Dia menganalisa budaya Islam dan menyimpulkan bahwa Islam sebagai budaya akan menghilang. Die islamische Welt habe ihr kulturelles und zivilisatorisches Konto überzogen und lebe sträflich über ihre Verhältnisse. Hasil perenungannya akan dipublikasikan dua minggu lagi di Mesir dengan judul "Keruntuhan Dunia Islam". Katanya, ia sendiri akan berangkat ke Mesir dan memperkenalkan buku baru tsb. pada minggu kedua Oktober.

Tapi karena topik yang dibahasnya menyangkut Islam, tentu saja dia mendapat ancaman dari orang Islam. Daripada berdialog banyak orang Islam, seperti biasanya, lebih suka menghadapi sesuatu dengan mengancam memakai kekerasan. Abdel-Samad pun telah mendapat ancaman untuk dibunuh.

Wawancaran tsb. sangat menarik. Salah satu yang disebut Abdel-Samad adalah mengenai bagaimana orang Islam menghadapi sesuatu, yakni dengan emosi dan ancaman. Seharusnya orang Islam harus mengelola emosinya. Wir müssen mit unseren Emotionen anders umgehen, unverkrampfter," ujarnya. "Wir können mit Worten antworten. Nicht mit Sanktionen, Entlassungen oder Morddrohungen, lanjutnya lagi.

Dia melihat bahwa akar dari reaksi semacam itu adalah rasa minder banyak orang Islam, bahwa di masa lalu budaya Islam pernah mengalami budaya emas dan yakin bahwa dewasa ini budaya Islam jauh lebih baik secara moral daripada budaya Barat dan bagian dunia lainnya. Tetapi hal ini sama sekali tidak berdasar, katanya. Aber diesem Anspruch fehlt es an Substanz. Es gibt keine Argumente, die dafür sprächen, dass der Islam heute in der Welt mitreden könnte. Dan selanjutnya:

Weder wissenschaftlich noch kulturell sehen wir irgendwelche Beiträge aus der islamischen Welt, die der Menschheit zugute käme. Das führt zu einer Art Schizophrenie: Auf der einen Seite Minderwertigkeitskomplexe gegenüber der westlichen Welt, auf der anderen Allmacht-Visionen, auf der einen Seite einen Mangel an Handlungsoptionen, auf der anderen der Drang, etwas tun zu müssen. Daraus resultiert Isolation, die wiederum zu Gewalt und Terror einer Minderheit führt, die leider im Moment den Ton angibt.

Dan satu lagi ucapannya yang menarik:

Im Mittelalter war die islamische Kultur führend, weil sie integrationsfähiger und kooperativer war für das Wissen anderer. Die Werke der alten Griechen wurden übersetzt und weiterentwickelt. Man war offen und neugierig, hat mit Persern, Juden und Christen zusammengearbeitet und eine Kultur geschaffen. Jetzt herrschen Verkrampftheit, Skepsis, ja Schadenfreude, wenn das Wissen scheitert, etwa wenn ein berühmter Genforscher an Aids stirbt oder ein Space Shuttle abstürzt. Die Muslime sitzen da und ernähren sich von Ressentiments und Kränkung. Das ist keine gesunde Nahrung.

Keseluruhan wawancara tsb. membuka mata saya untuk memahami tindakan-tindakan banyak orang Islam, yang telah mengingatkan saya pada Abad Pertengahan dunia Kekristenan. Semoga dunia Islam bisa melewati "Abad Pertengahan" mereka, tanpa menimbulkan benturan kebudayaan, seperti telah diramalkan oleh Samuel Huntington. Semoga, semoga, semoga.

Wawancara tsb. bisa dibaca di sini