Turunnya harga minyak dan logika terbalik

Pemerintah baru saja menurunkan harga minyak. Banyak yang memuji langkah pemerintah tsb. Bahkan ada yang mengatakan, dalam hal ini pemerintah SBY menunjukkan bahwa mereka peduli rakyat.


Sementara itu menyeruak juga suara kritis. Pemerintah dianggap tidak transparan dengan perhitungan nilai turunnya harga minyak. Pemerintah hanya menurunkan sedikit, sebagai alat kampanye politis untuk menunjukkan seolah pemerintah peduli dan berpihak pada rakyat. Tetapi mengingat bahwa harga minyak masih bisa lebih turun lagi, pemerintah mempergunakan kesempatan ini untuk mendapatkan bonus untuk dirinya dengan menurunkan harga minyak sekali lagi nanti sebelum pemilu.

Tetapi terlepas dari kenyataan entah dugaan ini benar atau salah, sepertinya ada yang mengganjal. Nampaknya masyarakat kita suka logika terbalik. Pemerintah telah menurunkan harga minyak, karena itu pemerintah dianggap bermurah hati dan peduli rakyat. Bukankah yang benar sebaliknya? Pemerintah telah salah, karena tanpa pikir panjang telah menaikkan harga minyak. Pemerintah SBY telah terburu-buru menaikkan harga minyak. Maka tindakan untuk menurunkan harga minyak justru bukan tindakan murah hati, melainkan hal ini harus dilakukan, karena pemerintah telah berbuat salah.

Bukankah banyak saudara kita mahasiswa kena pukul karena demonstrasi menentang kenaikan harga minyak? Bukankah ada yang bahkan dituduh subversif dan dikejar sampai ke luar negeri? Bukankah para pemikir kita telah menuliskan alternatif-alternatif sehingga pemerintah tidak harus menaikkan harga minyak?

Entahlah mana yang benar. Tapi logika terbalik nampaknya banyak penganutnya di negeri ini. Tak heran ini khan negeri mimpi. Sudah korupsi dianggap sebagai abdi negeri sejati. Sudah menindas HAM dianggap sebagai pahlawan. Sudah mengambil keputusan yang salah, malah dianggap berpihak pada rakyat. Sudah tidak peduli dengan penderitaan kaum miskin, malah dianggap bermurah hati. Kita memang jago di dunia.