Jembatan dari keterasingan

Jaraknya hanya ca. 120km dari daratan Sumatera. Kapal besar mengarunnginya dalam 3 jam saja. Tetapi masalahnya bukanlah jarak, melainkan tersedianya sarana transportasi teratur yang menghubungkan Pulau Nias dan daratan Sumatera.

Lama setelah kemerdekaan RI Pulau Nias terpencil. Satu-satunya transportasi yang adalah kapal-kapal kayu kecil, yang berangkat secara tak teratur.

Jembatan dari keterpencilan mulai dibangun ketika pada tahun 1965 Rheinische Mission dari Jerman yang sekarang telah menjadi VEM (Vereinigte Evangelische Missionen) merayakan peringatan 100 tahun tibanya misi protestan di Pulau Nias. Pada tahun 1865 misi Protestan dimulai di Pulau Nias setelah percobaan misi Katolik oleh para misionaris Perancis pada tahun 1832 gagal.

Untuk menandai perayaan tsb. Rheinische Mission menghadiahkan sebuah kapal besi produksi Jerman, yang menjadi kapal pertama yang mulai melayari Gunung Sitoli dan Sibolga secara teratur. Kapal tsb. Diberi nama Agape, sebuah kata Yunani yang berarti kasih. Kehadiran kapal besi ini seolah mau mengatakan bahwa kasihlah yang telah menerobos keterpencilan masyarakat Nias dan membangun jembatan keluar dari keterasingan. Kabar Gembira yang telah ditaburkan telah membuahkan hasil.
Setelah Agape kapal-kapal kayu yang lebih besar mulai hadir. Sekali-sekali kapal Perintis juga singgah di Gunung Sitoli sampai kemudian diberhentikan karena kondisi untuk berlabuh yang kurang mendukung.

Pada awal tahun 90-an untuk pertama kali kapal jumbo jet mulai dicobakan menghubungkan Gunung Sitoli dan Sibolga. Ternyata kapal bekas dari Batam tsb. berhenti tidak lama setelah mulai beroperasi karena rusak.

Tsunami 2004 dan Gempa Bumi Nias 2005 membuka Pulau Nias lebar-lebar. Pemerintah daerah Nias memungkinkan hadirnya dua Fery melayani rute Gunung Sitoli - Sibolga secara tetap dengan waktu tempuh antara 8 s/d 10 jam. Dengan demikian alur transportasi semakin lancar, sehingga alat-alat berat pun sudah bisa diangkut ke Nias. Isolasi bisnis pun tiba-tiba roboh.

Selain itu melihat peluang yang baik pengusaha mengoperasikan dua kapal jumbo jet bekas dari Batam, yang waktu tempuhnya lebih singkat sekitar 3,5 s/d 4,5 jam. Kapal semacam ini sangat membantu mereka yang mengadakan perjalanan bisnis. Dengan demikian Pulau Nias semakin keluar dari isolasi bisnis. Jembatan keluar dari keterasingan sudah terbangun.


Dalam gambar nampak bagaimana penumpang turun dari kapal jumbo jet milik PT. Barelang Surya Gemilang di pelabuhan Gunung Sitoli (25.02.09). Tentu aspek keselamatan masih harus diperhatikan. Papan yang dipakai untuk keluar dari kapal merupakan papan lepas yang bergeser-geser karena goyangan kapal yang kuat. Sangat berbahaya. Semoga diperhatikan oleh mereka yang berwewenang.