Rasa Ngilu Menjelang Pemilu (1)

"Itu sih sudah biasa. Siapa yang sedang berkuasa selalu membuat demikian", kata seorang kenalan dari Lahewa. Pembicaraan ini berlangsung pada pagi hari tgl 30.01.09 di atas Fery Belanak, ketika saya pulang ke Gunung Sitoli dari Sibolga. Terus terang kata-kata ini membuat saya sontak.

Teman tsb. mengomentari "kisah" yang saya ceritakan. Dalam perjalanan itu saya berada dalam penyeberangan dengan Fery Belanak dari Sibolga ke Gunung Sitoli. Teman sekamar adalah seseorang dari Pulau Tello. Mulai dari naik kapal sampai saya tertidur dia menelpon dan menerima telpon. Dari pembicaraan telepon tsb saya menduga dia dari pimpinan Partai Demokrat di Pulau-Pulau Batu, Kab. Nias Selatan.

Yang mengagetkan saya, suatu ketika dia terlibat pembicaraan telepon dengan seseorang. Dan dia mengatakan, bahwa berkas dari dua orang kepala sekolah sudah sampai di kantor di Teluk Dalam dan dia "memerintahkan" supaya berkas dari satu kepala sekolah lain segera dibawa ke kabupaten di Teluk Dalam. "Semua harus bergerak. Yang tidak bergerak akan dimutasikan atau dicopot," ujarnya dengan nada tinggi.

Bulu kuduk saya merinding. Saya merasa diri sedang berada di sebuah negeri asing. Bukankah kita telah berada di era reformasi? Apakah praktek Orde Baru masih berjalan di bawah pemerintahan SBY? Di daerah Kec Pulau-Pulau Batu semua kepala sekolah harus mendukung Partai Demokrat. Kalau tidak mereka dipersulit, dipindahkan atau diturunkan. Setidaknya demikian bayangan saya setelah mendengar pembicaraan telepon tsb. Apakah hanya di Kab. Nias Selatan demikian?

"Di Kab. Tapanuli Tengah lebih hebat lagi," sahut seorang Pastor yang satu kamar dengan teman dari Lahewa. "Di sana setiap pegawai negeri diwajibkan merekrut minimal 10 orang untuk Partai Demokrat." Keduanya tertawa seolah-olah hal ini sesuatu yang menggelikan. Tapi memang hal ini menggelikan. Dan saya tidak habis pikir, bagaimana hal ini masih dipraktekkan di alam reformasi. Argumen: Sudah biasa demikian, rasanya tidak memuaskan saya. Ataukah cara saya melihat masalah ini yang salah? Saya tidak tahu. Dan hal ini mengakibatkan rasa ngilu menghadapi pemilu berikut.

Pada saat pemilu dan pilpres 2004 saya masih berada di luar negeri dan memilih partai dan presiden yang kemudian menjadi pemenang pemilu dan sedang berkuasa saat ini. Waktu itu saya didorong oleh harapan bahwa SBY akan membawa pembaharuan, akan melepaskan Indonesia dari praktek-praktek Orde Baru. Pengalaman di atas telah meruntuhkan harapan saya tsb.

Di Tahun 2009 ini rasa ngilu semakin menggerogoti sendi-sendi. Dan kalau rasa ngilu ini tidak sembuh sampai tgl 9 April nanti, mana kuatlah kaki akan melangkah ke tempat pemberian suara. Saya harap kisah di atas hanya terjadi di Kab. Nias Selatan dan Tapanuli Tengah. Tetapi bukankah kata teman "Itu sih sudah biasa. Siapa yang sedang berkuasa selalu membuat demikian"? Tolong!!! Siapa bisa menyembuhkan rasa ngiluku???