Rasa Ngilu Menjelang Pemilu (2)

Minggu lalu saya berkunjung ke Medan. Sepanjang jalan dari Pematang Siantar ke Medan terlihat baliho-baliho raksasa.

Saya berpikir, sekarang begitu banyak orang berlomba untuk berbuat sesuatu untuk negeri ini. Bahkan salah seorang caleg menulis di posternya "Saya ada untuk Anda". Wah Indonesia sudah maju, pikirku. Anggota legislatif akan bekerja keras untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Semoga saya tidak terlalu cepat berbangga.

Semakin dekat ke Medan posternya juga semakin raksasa. Tiba-tiba saja satu poster besar menarik perhatian saya. Di situ terpampang seorang bertubuh gempal yang sedang mengangkat tangan dan mengepalkan tinju. Caleg urutan satu! Wow pikirku. Sementara itu di ujung poster gambar seorang pimpinan negara ini merentangkan tangan ke arah si tubuh gempal, seolah mengatakan "Inilah putraku yang kubanggakan. Pilihlah dia." Kubayangkan bahwa si tubuh gempal adalah satu figur orang kuat yang bisa mendapatkan apa yang dia inginkan.

Tetapi penampilan si tubuh gempal mengingatkanku pada si gempal di kampungku. Dia seorang yang ditakuti, karena selain anak orang berada, dia jago berkelahi. Si gempal lebih baik dijauhi daripada mulai berkonflik. Dia mampu mendatangkan polisi ke kampung kami dan yah apa lagi kalau bukan menangkap dan menyiksa siapa saja yang telah berani mengusik si gempal. Dia benar figur orang kuat yang bisa mendapatkan apa yang dia inginkan.

Aku juga teringat pengalaman lain dalam satu penerbangan dengan Lion Air dari Jakarta ke Medan. Pria yang di sampingku betubuh kokoh. Sepanjang perjalanan dia menjepitku, karena tangan dan bahunya melewati pembatas tempat sandaran tangan. Apalagi selama perjalanan dia tidur dan tubuh bagian atasnya tergolek ke arahku. Kendati selalu saya menyorongnya, tetapi dia seolah tak peduli. Dia benar figur orang kuat yang bisa mendapatkan apa yang dia inginkan. Walaupun hal ini tidak menyenangkan orang lain
Saya memandang kembali baliho-baliho si tubuh gempal dari Medan. Yah, pasti dia bisa mendapatkan apa yang dia inginkan. Kepalan tinjunya saja sudah menakutkanku. Aku seolah mendengar dia berseru dari atas tiang baliho raksasa, sambil tersenyum dalam gaya seorang bos mafia, "Pilihlah aku. Awas, kalau kamu tidak memilih aku, tinjuku cukup kuat untuk membuatmu menyesal. Dan lihatlah aku didukung oleh orang nomor satu negeri ini. Dia berada di belakangku!"

Bulu kudukku merinding. Dan aku merasakan rasa mual di dalam perut. Bagaimana bila si gempal akan masuk ke parlemen? Dia pasti akan mendapatkan semua yang diinginkannya! Tetapi siapa yang akan mewakiliku? Siapa peduli akan nasib rakyat? Atau barangkali pertanyaan-pertanyaan ini salah, jadi tak perlu ditanyakan?

Rasa ngiluku menjelang pemilu semakin kukuh. Adakah dukun yang bisa menyembuhkanku?