Liturgi Tri Hari Paska seharusnya dipersiapkan

Beberapa hari ini aku ikut perayaan tri hari suci di Gereja Katedral St. Theresia, Sibolga. Khidmat sih khidmat. Tetapi kurasa petugas liturgi kurang dipersiapkan, karena itu khidmatnya tidak begitu khidmatlah. Padahal perayaan tri hari paska adalah perayaan paling puncak dalam Gereja. Perayaan liturgi seagung itu seharusnya dipersiapkan dengan baik. Gereja katedral adalah gereja induk dalam keuskupan. Maka seharusnya perayaan liturgi di sini juga merupakan contoh dalam perayaan liturgi. Saya yakin di Gereja Katedral semacam ini selalu ada petugas upacara (ceremoniar) khusus yang menjamin kelancaran dan kekhidmatan perayaan liturgis. Gereja Katedral Sibolga seyogyanya juga mempunyai petugas upacara serupa. Atau sekurang-kurangnya pada perayaan puncak semacam ini Pastor Paroki harus sendiri mempersiapkan dengan baik dan baiknya juga sendiri memimpin.


Kamis Putih

Ada banyak pelayan misa, tapi bingung-bingung. Lupa tuh bunyikan lonceng waktu gloria. Lalu pemeran para rasul pada upacara pencucian kaki hanya 8 orang. Padahal angka ke-12 rasul adalah angka simbolis. Bagaimana nih. Lalu tak ada sapaan apa pun pada mereka, sehingga peragaan pencucian kaki seperti "membayar hutang" saja. Pantas dong kalau lain kali mereka nggak mau lagi diajak memerankan para rasul. Nampaknya pastornya terlalu mengandaikan banyak tuh.

Demikian juga waktu perarakan sakramen mahakudus. Tak ada "komunikasi" dengan umat, yang dapat menolong menghadirkan peristiwa yang sedang dilakonkan. Apa nggak bisa membuat sedikit pengantar? Perayaan ini hanya dirayakan sekali setahun dan bukan tiap hari. Pastor saja khan harus mempersiapkan diri juga, supaya tahap-tahap dan detail perayaan ini hadir dalam kesadaran. Apalagi umat khan?!

Jumat Agung

Demikian juga pada perayaan peringatan sengsara dan wafat Tuhan, kurang persiapan. Tanpa pengantar yang memadai umat bingung dengan perayaan yang tidak seperti alur perayaan misa. Pada pembukaan ibadat ketika imam bertelungkup, banyak umat melihat-lihat dengan wajah heran. Mungkin mereka bertanya-tanya dalam hati, apa gerangan yang sedang terjadi. Lalu penghormatan salib tidak dipersiapkan. Sudah tahu bahwa perayaan seperti ini pasti dihadiri oleh banyak umat, tetapi salibnya hanya satu. Lama dong penghormatan pada satu salib saja.

Juga menjelang penerimaan komuni. Karena tidak dipersiapkan, lama sekali datang komuninya. Sudah tahu komuni disimpan di rumah suster. Yah, sebelum ibadat seharusnya sudah diantar ke Gereja. Jadi maklumlah, umat mulai gelisah. Banyak melihat ke sana ke mari, ke depan dan ke belakang, ingin tahu apa yang sedang terjadi. Tak ada juga informasi atau misalnya diisi dengan lagu. Pastornya di ruang altar diam saja.

Malam Paska

Syukurlah perayaan seagung malam paska telah dipersiapkan, dalam arti misdinar telah dilatih sebelumnya. Tetapi agak aneh juga bahwa yang menghadiri upacara cahaya di luar hanya imam dan misdinar, seluruh umat berada di dalam Gereja. Ok, ok, kalau memang harus demikian imam harus lebih banyak memberi informasi tentang apa yang sedang berlangsung, supaya umat di dalam Gereja tahu apa yang sedang terjadi.

Upacara cukup khidmat. 3 jam penuh! Masih bisa dibuat lebih rapih sebenarnya sehingga tidak selama itu. Tapi yah, terlalu banyak jedah.

Yang aneh, imam menerimakan dua kali minyak krisma kepada para terbaptis. Sekali sambil berdiri, seperti umum pada perayaan pembaptisan, dan sekali sambil duduk, mirip uskup di kala menerimakan krisma.

Kotbah malam itu sangat konvensional. Lebih merupakan bahasan tentang argumen makam kosong. Tetapi siapa sih di antara umat yang berdisput tentang bukti-bukti kebangkitan? Jadi ini pendekatan konvensional yang umum dalam teologi fundamental. Lebih menarik sebenarnya narasi tentang kebangkitan Kristus, narasi perjumpaan dan pengalaman iman para murid dengan Kristus yang telah dimuliakan. Bukankah itu dasar mengapa kita menjadi kristen?

Bagaimana pun: selamat merayakan kebangkitan Tuhan. Semoga wafatNya yang agung mentransformasi kematian-kematian kita yang kecil setiap hari, dan kebangkitanNya yang mulia memberi makna bagi kebangkitan-kebangkitan kita yang kecil setiap hari.

Alleluya! Alleluya! Alleluya!