Aku tak punya waktu. Really?

Wajah dari Nias (Foto: Sirus Laia)

Dia berkisah. Panjang sekali. Kisahnya berawal 37 tahun yang lalu. Dia merasa sakit, dikejar, ditipu... Yah, aku tahu ini saat bukan untuk menganalisa masalah, melainkan untuk mendengar. Ada sesama kita yang menderita belenggu fisik atau psikis dan mencari ruang di mana dia merasa diterima. O gosh, tetapi aku tak punya waktu.

Aku mulai tak sabar. Pikiranku terus dikejar oleh apa yang masih harus kuselesaikan. Oh poor guy, I really don't have time for you. Tetapi sekaligus kurasakan tantangan. Sesamaku datang curhat. Entah apa pun penyakitnya. Dan aku tidak punya waktu? Aku menimbang-nimbang dalam hati tentang nilai. Apakah kemanusiaanku lebih bernilai bila kusediakan sedikit lagi waktu untuknya atau bila kusuruh dia pulang dengan halus karena tidak punya waktu?

I really don't have time. Tetapi setengah jam saja. Really tak punya waktu? Setengah jam untuk mendengar dan memberi sang poor guy perasaan bahwa hari ini ada orang yang mendengarkannya? Hari ini! Seseorang mendengarKAN!

Akhirnya kemanusiaanku menang. Hey man, I'm here. I really care. I don't have solution for your problem. But I just want to say I really care. And therefore I have time! Yes, I have time.