KDRT dan sejenisnya... ada di sekitar kita

Wajah-wajah (Foto: Arsip Pribadi)

Rambutnya panjang. Tak ubahnya seperti anak remaja lainnya, ia tertawa, berlari dan bergurau. Ada rasa senang terbersit di hati. Anak ini tidak pantas mendapat pengalaman sepahit itu.

Yah... kemarin aku piknik ke pantai bersama adik-adik dan keponakanku. Bersama mereka ikut 3 orang kakak beradik. Yang tertua seorang gadis remaja, yang lainnya dua anak laki-laki. Aku senang mereka ikut dan bermain bersama keponakanku. Mereka anak-anak dan rasa tidak adil dunia yang jahat ini terus menerus mencengkram mereka dalam kejahatannya.

Kuperhatikan sang kakak. Kecanggungannya telah cair. Ketika pertama bertemu sebulan lalu aku pikir dia anak yang tertutup. Yah, aku menjumpainya di rumah salah seorang adik iparku. Kini dia lebih sering tinggal di sana, karena menemukan "rumah" yang bebas dari kekerasan dan kegelapan.

Aku menyapanya dan ia menjawab tidak begitu lancar. Matanya suka lari, seolah menyembunyikan sebuah rahasia. Aku tidak sadar ia memiliki luka batin yang jauh melebihi sangkaanku.

Kamu SMP atau SMA? tanyaku. Mau masuk SMP, sahutnya dengan nada tertahan. "SMP?", aku mengucapkan tanda tanya keheranan. Menurut taksiranku ia sudah mau masuk SMA. Ataukah ia terlalu cepat bertumbuh?

Kisahnya baru aku tahu kemudian. Ia sering mengungsi ke tempat adik iparku, untuk menghindari rumahnya yang bukan "rumah"-nya lagi. Hidupnya telah terluka dalam, dan trauma mencengkramnya sehingga ia sering menangis tanpa sebab.

"Bapa tirinya lagi ditahan polisi", aku dapat informasi lebih lanjut. "Sudah tua pula. 69 tahun!" Satu per satu kalimat-kalimat itu terdengar bak menghunjam. "Dan itu telah mulai sejak tiga tahun lalu!"

Aku merasa shock. Aku telah membaca beberapa kali di koran tentang KDRT dan kekerasan seksual. Tetapi tidak pernah sedekat ini. Rupanya ia tidak jauh. Bisa ada di sekitar kita. Anak gadis remaja ini hidup dalam satu keluarga yang sangat miskin. Ibunya mencari nafkah dengan mencuci pakaian di rumah orang. Itu pun sebagian besar habis untuk bayar sewa rumah. Beberapa tahun lalu suaminya meninggal dunia. Lalu ia menikah lagi dengan seorang yang jauh lebih tua.

Tetapi sang suami tidaklah menjadi tua dalam kebajikan. Setiap kali isterinya pergi kerja, ia memaksa anak tirinya yang masih kecil itu menjadi gadis. Dan itu sejak tiga tahun lalu! Baik ibu maupun anak itu takut melaporkan hal ini karena mendapat ancaman. Sampai suatu ketika beberapa minggu lalu. Ketika sang anak tidak tahan menanggung derita dan menceritakannya kepada tetangga.

Kulihat dia berlari-lari di pantai. O Tuhan anak yang begitu lugu, mengapa sampai mendapat bapa tiri yang jahat? Apakah dosanya sehingga harus terhukum menjadi obyek seksual ayah tirinya? Apa yang harus dibuat untuk melindungi anak-anak yang tak berdosa semacam itu dari kejahatan baik anggota keluarga maupun orang sekitar?


Catatan: Tulisan ini telah diperbaharui dengan menambahkan keterangan foto sebagaimana dituntut oleh publikasi online.